Hari keempat di Tokyo. Benar kata prakiraan cuaca: hujan seharian.
Pagi itu juga saya langsung mengubah jadwal perjalanan, yang awalnya ingin berkunjung ke Tokyo Disneysea. Saya putuskan hari itu untuk menjelajah ke Tsukiji Fish Market, Ginza, dan Harajuku. Saya berangkat sedikit lebih siang dari homestay karena menunggu hujan reda. Berbeda dengan udara Jakarta yang lembab ketika hujan, negara empat musim ini memiliki hujan yang berangin dingin. Saya rasa ini karena Jepang sedang mengalami transisi dari musim semi ke musim panas. Selain angin yang dingin, suhu pun bisa mencapai angka 16 derajat Celcius. Sedihnya, pakaian yang saya bawa dari Jakarta sebagian besar adalah untuk musim panas, hahahaha, tetapi saya masih membawa payung, cardigan, dan pashmina untuk menghalau angin yang super dingin.
Tujuan pertama hari ini adalah Tsukiji Fish Market! Pasar ikan di Jepang ini sangat terkenal di kalangan wisatawan. Atraksi khas yang dinanti para turis adalah fish auction. Aktivitas lelang ikan di Tsukiji dimulai ketika hari masih gelap; saat itulah para penjual mulai menurunkan ikan hasil tangkapan mereka dan memulai proses lelang. Dari beberapa artikel yang saya baca, pengunjung harus datang ke Tsukiji sekitar pukul 3 pagi. Bahkan ada yang menyebutkan pengunjung harus membeli tiket atau nomor urut tertentu karena terbatasnya jumlah penonton yang diijinkan melihat lelang tersebut. Salah satu tips mudah jika kamu sangat ingin melihat fish auction di Tsukiji adalah dengan memesan hotel yang dekat dengan area pasar dan bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Perlu diingat bahwa seluruh kereta dan moda transportasi umum di Jepang tidak beroperasi pada pukul 12 malam hingga 5 pagi. Oh dan satu hal lagi, tidak boleh mengambil gambar atau video selama berada di area indoor pertokoan pasar Tsukiji.
Saya tiba di stasiun Tsukiji sekitar pukul 11 siang, dan langit masih mendung, diiringi gerimis kecil. Aroma amis ikan segar sudah terasa saat saya turun dari kereta 😀 Siang itu kondisi pasar cukup ramai, dan kelihatannya lebih banyak turis daripada warga lokal, hehehe. Saya mulai menyusuri pasar yang dipadati penjual produk laut yang masih segar dan juga hasil olahannya. Terdapat juga beragam restoran seafood, dan bagi kamu penggemar sushi, Tsukiji wajib kamu kunjungi. Salah satu snack yang menarik bagi saya adalah Unagi bakar (Unagi adalah bahasa Jepang dari ‘belut’). Karena khawatir alergi akan kambuh, saya hanya mengambil foto Unagi dan menikmatinya dari gambar hahaha.
Di sekitar area pasar Tsukiji, terdapat banyak kedai makanan, seperti donburi, ramen, dan udon. Kedainya sangat kecil dan hanya memiliki beberapa kursi, sehingga ketika jam makan siang tiba, antrian panjang mulai terlihat di pinggir jalan. Sekedar informasi saja, mereka yang makan di kedai ini beragam loh, mulai dari anak muda, turis, hingga pegawai kantoran berjas, hihi.
Saya pun urun niat dan membawa rasa lapar menuju daerah GINZA. Hujan makin deras saat saya tiba di Ginza, area perbelanjaan kelas menengah atas di Jepang. Menyusuri pedestrian sambil menahan angin dingin, akhirnya saya menemukan kedai tempura yang harganya cukup terjangkau, dan memiliki menu berbahasa Inggris (Thanks God!).
Usai makan siang, saya mulai menyusuri pedestrian di Ginza. Sepertinya area ini memang didesain untuk pusat perbelanjaan kelas atas, karena sebagian besar department store di Ginza menyajikan barang bermerek dengan harga selangit. Tentunya bagi kamu yang senang berburu barang fashion tertentu, Ginza adalah jawabannya. Saya mulai membuka Google Maps untuk mencari daerah pusat Ginza yang lebih ramai, dan akhirnya ketemu! Di area inilah saya melihat banyak brand fashion anak muda (seperti Uniqlo dan GU), dan saya pun mulai memasuki deretan toko-toko tersebut.
Kaki mulai lelah, hujan pun masih terus menaungi Tokyo. Angin bertiup makin kencang, tapi saya masih punya satu tempat yang ingin dikunjungi, yaitu HARAJUKU. Sesampainya di stasiun Harajuku, saya mencari lokasi Meiji Shrine, yang setelah berputar-putar, ternyata lokasinya persis di belakang stasiun, hehehe.
Berbeda dengan temple lainnya, halaman depan Meiji Shrine adalah hutan kecil dengan pepohonan besar. Terdapat gerbang besar yang disebut Torii, pembatas antara area suci kuil dan area umum. Jalan menuju area utama kuil penuh dengan kerikil dan basah karena hujan. Butuh waktu sekitar 10-15 menit dengan berjalan kaki untuk masuk ke area kuil. Sebelum masuk ke area utama, pengunjung harus membersihkan diri dengan air suci yang tersedia dekat gerbang masuk. Mencuci tangan pun ada caranya tersendiri dan dapat dibaca pada papan petunjuk.
Umumya seseorang datang ke kuil untuk berdoa atau menyampaikan permohonan tertentu. Dengan niat yang tulus, saya menuliskan permohonan pribadi pada secarik kertas, memasukkannya pada amplop yang tersedia, dan menaruhnya di dalam kotak. Selain itu, saya juga membeli Good Fortune Charm seharga 800 yen. Hal menarik yang saya temukan di Meiji Shrine adalah Omikuji. Penggalan puisi yang berasal dari kepemimpinan Meiji ini berisikan nasihat yang diharapkan dapat memberikan semangat bagi penerimanya. Inilah isi Omikuji yang saya dapatkan:
Waktu menunjukkan pukul 6 sore saat saya meninggalkan Meiji Shrine. Saya pun mulai menyusuri jalan utama Harajuku, meski hari mulai gelap dan angin dingin terus berhembus. Sembari mencari tempat untuk makan malam, saya iseng membeli Garret Popcorn, sambil sesekali masuk ke toko kosmetik di sepanjang jalan Harajuku. Di ujung jalan, saya melihat dua tempat yang saya lupakan, yaitu LINE Harajuku Store dan Takeshita Dori (Dori berarti ‘jalan’). Akhirnya saya masuk ke Takeshita dulu, sebelum ke LINE Store. Wah, area ini sangat ramai dengan anak muda Jepang, dan sebagian besar dari mereka memiliki gaya pakaian yang unik; mulai dari warna rambut hingga aksesoris yang digunakan. Bagi kamu yang gemar mengoleksi baju dan sepatu, kamu harus datang ke Takeshita Dori. Di sepanjang jalan ini, beragam merek dan model baju/sepatu dapat kamu temui, dengan harga yang cukup murah (tergantung merek apa yang kamu sukai).
Tiba-tiba saya ingin makan udon. Namun, sejauh mata menilik setiap restoran di area ini, belum juga menemukan menu yang menarik. Saat hampir putus asa dan ingin kembali ke ujung jalan, saya melihat spanduk resto udon! Restoran kecil ini terletak hampir diujung jalan Takeshita, dan mereka juga menyediakan menu dalam bahasa Inggris. Udon pilihan saya? All-time favorite: CURRY UDON!
Hampir jam 8.30 malam di Tokyo. Sebelum kereta memasuki jam sibuknya, saya bergegas menuju tujuan terakhir hari itu: LINE Harajuku Store. Toko ini memiliki dua lantai. Lantai basement dinamakan Brown Room, karena bagian tersebut khusus menjual suvenir dengan karakter Brown. Bagi saya penggemar karakter LINE, datang ke toko ini sangat menyenangkan, sekaligus menggemaskan. Di sini saya bisa menemukan suvenir lucu khas karakter LINE, dan juga befoto bersama Brown, Cony, Sally, dan teman-temannya.
Seluruh badan sudah kuyup karena hujan dan angin seharian. Saatnya kembali ke Takadanobaba untuk beristirahat. Besok, hari Selasa (31/05) saya akan pergi ke Yokohama bersama seorang teman, Andre (kami biasa memanggilnya Cipong, hahaha).
Katanya, kota Yokohama adalah kota pelabuhan di Jepang yang masih memiliki pengaruh budaya Barat yang kuat. Hm, akan seperti apa ya isi kota ini?
#DayFive coming soon! xx.