Okonomiyaki, Makanan Wajib Saat Berkunjung ke Osaka

Liburan musim dingin sudah dimulai. Bagi kawan-kawan yang sudah punya rencana, khususnya ke Jepang (iya, soalnya tulisan kali ini mau ngomongin tentang kuliner di Osaka, hahaha), dan akan berkunjung ke Osaka, kamu wajib mencoba menu makanan ini.

Yes, Okonomiyaki! Sebenarnya penganan yang satu ini dapat ditemukan di seluruh Jepang. Namun, Okonomiyaki sangat populer di Osaka. Katanya sih, Osaka merupakan kota asal dari menu khas Jepang ini, jadi wajib makan di resto Okonomiyaki. Sebelum berangkat, salah satu sahabat saya merekomendasikan Mizuno, restoran Okonomiyaki yang terkenal di kalangan turis. Saya kurang tahu sih apa yang membuat Mizuno begitu istimewa, karena kalau saya lihat di TripAdvisor, konsep restonya sama saja dengan resto Okonomiyaki yang saya pilih.

Oke, jadi gini ceritanya. November lalu saya berangkat ke Jepang untuk kedua kalinya, dan dalam perjalanan kali ini, saya membagi waktu untuk menyambangi Osaka, Kyoto, Nara, dan berakhir di Tokyo. Saya sengaja memilih untuk turun di Haneda, supaya bisa menikmati shinkansen menuju Osaka. Memang harus berkorban budget lebih besar sih, karena saya harus membeli JR Pass seharga 3 juta-an Rupiah dari Indonesia.

Hari pertama mendarat di Osaka, saya mengunjungi area Namba dan Dotonburi untuk mencari tempat makan malam. Awalnya saya mencari resto Mizuno dengan bermodalkan Google Maps. Ketika tiba di lokasi tujuan, saya langsung mengurunkan niat saat melihat antrian yang mengular panjang di depan restoran. Kembali mencari rekomendasi di internet, muncul satu nama resto Okonomiyaki yang rating-nya cukup tinggi di Google. Meski letaknya tidak di jalanan utama Namba, namun Ajinoya ini juga memiliki antrian yang cukup panjang. Sempat ingin beralih ke tempat lain, tetapi pilihan jatuh ke tempat ini. Kami (silakan ditebak sendiri yah saya pergi dengan siapa, hahaha) mengantri sekitar 30-40 menit, dan karena hanya berdua, kami mendapat meja di dekat bar, tepat berhadapan dengan koki resto Okonomiyaki tersebut.

Serunya, kami bisa melihat langsung proses pembuatan Okonomiyaki dan kita bisa langsung menikmatinya dari tempat memasak. Minusnya adalah udara yang panas dan berasap karena berdekatan dengan kompor. Selain Okonomiyaki, kami juga memesan takoyaki, dan ditemani pula dengan dua botol draft beer. 

Ajinoya 1
Can you spot the egg? #salahfokus
Ajinoya 2
Okonomiyaki galore! at Ajinoya

Okonomiyaki ini terdiri dari beberapa jenis bahan yang mayoritas adalah sayuran dan potongan daging ayam, sapi, atau babi. Kemudian adonannya dicampur dengan tepung dan telur, dan langsung dituangkan di atas penggorengan. Kalau di Indonesia, mungkin mirip Fu Yung Hai, hahaha, tapi  lebih tipis dan memang dibuat agak berantakan tampilannya. Okonomiyaki dinikmati dengan saus kecap manis dan taburan bonito flakes. Kebayang ya gurihnya seperti apa…

Karena berbahan dasar telur dan tepung, makan dua porsi saja sudah bikin kenyang. Tentu akan lebih nikmat jika sambil minum bir lokal Jepang, hehe. Kalau kamu tidak minum bir, jangan khawatir – mereka menyediakan air putih dingin, tanpa tambahan biaya alias gratis.

Awalnya kami juga ingin memesan seporsi Yakisoba, karena terlihat sangat menggiurkan, tetapi perut kami berkata lain, hahaha. 

Bagi yang sedang atau akan main ke Osaka, jangan lupa untuk mencicipi Okonomiyaki yah! Ajinoya bisa menjadi salah satu alternatif yang saya rekomendasikan. Selamat mencoba!

***

Ajinoya

1-7-16 Namba, Chuo-ku, Osaka 542-0076, Osaka Prefecture

+81 6-6211-0713

 

さよなら! #DayNine

Semuanya sudah terkemas rapi di dalam koper. Kasur pun saya rapikan ke bentuk semula. Saya siap meninggalkan negeri Matahari Terbit; dan siap pula merindukan riuhnya pusat kota, pedestrian yang nyaman, udara bersih, dan penduduk yang ramah dan tertib.

Pesawat yang membawa saya kembali ke Jakarta akan berangkat pukul 11.10 pagi dari Narita. Idealnya, saya sudah tiba di bandara 2 jam sebelum keberangkatan; ya tentunya untuk menghindari antrian dan keterlambatan. Saya janji dengan seorang teman yang akan menemani ke bandara, untuk bertemu di Takadanobaba, pukul 7 pagi. Namun, ada sedikit hal yang janggal. Saya terus menghubunginya sejak subuh, tetapi tidak ada jawaban. Ah, mungkin masih tidur. Menjelang pukul 7, masih tidak ada respon. Panik mulai mendera. Saya sempat menunggu di rumah hingga 7.30. Tidak ada pesan balasan yang masuk. Ketika itu saya kesulitan untuk keluar rumah karena tidak punya akses internet, selain dari mobile Wi-Fi milik host saya. Tidak mungkin saya keluar rumah dengan membawa mobile Wi-Fi tersebut; tapi bagaimana jika teman saya itu menghubungi dan saya tidak bisa dijangkau?

Waktu terus berjalan, dan nyaris menuju jam 8. Harus putar otak; tidak boleh terlambat sampai bandara. Hari itu adalah Sabtu pagi; host saya baru pulang saat subuh, sekitar jam 3 atau 4. Saya pikir, satu-satunya cara adalah saya meminta salah satu dari mereka untuk mengantar saya sampai Takadanobaba, dan langsung mengembalikan mobile Wi-Fi tersebut. Kalau sampai stasiun tidak ada balasan, apa boleh buat, saya akan naik kereta yang paling cepat sampai meski lebih mahal.

Saya mengetuk pelan pintu kamar mereka, dan yang membuka adalah Jun. Dengan agak panik, saya katakan padanya bahwa saya harus segera ke bandara dan meminta untuk ditemani. Sayangnya, Jun ini masih agak mabuk karena minum-minum semalam. Saya menyerah, dan meminta dia untuk membangunkan saudaranya, Bin. Untunglah Bin tidak mabuk dan langsung siap mengantar saya ke Takadanobaba. Saya beberapa kali minta maaf karena membuatnya bangun pagi-pagi. Sampai di stasiun, Bin menyarankan saya untuk menghubungi sekali lagi, tetapi hasilnya nihil. Saya sampaikan terima kasih banyak atas bantuannya, dan semoga dapat bertemu lagi.

Tanpa menunggu, ditenagai oleh rasa kesal karena ada yang tidak memenuhi janji, saya berjalan secepat mungkin, masuk ke stasiun dan mengikuti rute untuk naik Skyliner. Kala itu, saya masih ingat: tangan yang gemetaran dan nafas yang terengah-engah karena takut tertinggal kereta. Sempat tersesat saat transit di sebuah stasiun, tapi saya memberanikan diri untuk bertanya dengan penumpang lainnya. Akhirnya, saya tiba di stasiun Skyliner. Segera saya membeli tiket di karena rupanya kereta ini adalah reserved seats; jadi penumpang tidak boleh hanya tapping Pasmo atau Suica saja, tapi harus membeli tiket fisik.

Setengah berlari, saya langsung menuju peron di lantai atas. Tiket tersebut menunjukkan kereta akan tiba pukul 08.51; dan saya tiba di antrian kereta pukul 08.45! Fiuh, tidak terbayang kalau saya melewatkan kereta pada jam ini, saya harus menunggu sekitar 20 menit untuk kereta berikutnya. Perjalanan menggunakan Skyliner menuju Narita membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Sedikit tips, di dalam kereta terdapat display TV yang menunjukkan nama maskapai dan terminal keberangkatannya. Jadi, perhatikan informasi yang ditampilkan pada layar ya, jangan sampai salah turun terminal. Waktu itu saya menggunakan Singapore Airlines, yang berangkat dari Terminal 2 bandar udara Narita.

Skyliner pagi itu tidak terlalu padat; lebih didominasi oleh turis asing. Sejujurnya, saya sempat menangis sebentar karena tidak kuasa menahan emosi dan rasa kesal, hahaha. Ditambah lagi saya tidak terkoneksi dengan Internet, sehingga saya tidak tahu keberadaan teman saya itu. Apakah dia sedang menuju Narita? atau justru dia sebenarnya tidak jadi mengantar? Bahkan, saya sudah memikirkan bagaimana akan marah kepadanya jika kami bertemu di Narita.

Hal yang menyenangkan dari bandara ini adalah papan petunjuk dalam bahasa Inggris yang sangat banyak dan jelas; sehingga membuat pengunjung bandara tidak mudah tersesat atau kesulitan. Dengan membawa satu duffle bag dan satu koper, saya naik ke area keberangkatan untuk proses check-in serta baggage drop. Saya tiba di Narita kira-kira pukul 10.

Saya berusaha untuk terkoneksi dengan internet bandara, tapi hasilnya nihil. Rupanya, boarding gate saya sangat dekat dengan area check-in. Tidak tahu bagaimana kabarnya teman saya ini; saya berpikir apa lebih baik masuk saja ke boarding area, toh saya juga tidak melihat kehadirannya disini. Tetapi, ada beberapa barang miliknya yang harus saya kembalikan.

Sempat tertegun dan berdiri sejenak di dekat boarding gate; sampai setengah pandangan saya melihat sesosok laki-laki yang berlari kencang dari ujung koridor. Seketika tangannnya menepuk bahu saya. Ia terlihat terengah-engah sambil terus mengucapkan maaf. Sontak saya agak berteriak, “Kamu darimana aja sih? Aku bisa telat tau gak ke bandara kalo nungguin di Takadanobaba!”. Namun, setelah mendengar penjelasannya, saya diam. Katanya, dia tidak tidur hingga pukul 5 karena mengerjakan tugas, dan mencoba tidak tidur; tapi ternyata ketiduran… 😦 antara kesal dan kasihan. Kami sempat berbicara sebentar.

Sekali lagi, saya bermain dengan waktu dan semesta. Bayangkan jika detik itu, saya memutuskan untuk melewati security check dan masuk saja ke boarding room. Saya tidak tahu kapan akan bertemu dengan orang ini lagi, hahaha. Adegan lari-larian di bandara itu ternyata kejadian dalam hidup saya *lol. Menjelang 30 menit sebelum waktu keberangkatan, saya berpisah, dan masuk ke boarding room. Dari balik kaca, saya masih bisa melihat, ia berdiri disana, menatap ke arah yang sama.

Saatnya kembali ke rutinitas.

Bukan cara mengucapkan selamat tinggal yang saya harapkan; tetapi memang inilah yang layak kami terima. Mungkin saat itu, semesta hanya mengijinkan kami sekedar bercakap seperlunya; tidak berlebihan, karena sesudahnya, kami kembali menjalani hari kami masing-masing, seperti biasa. Mungkin seperti tidak ada apa-apa.

Perjalanan yang sangat….ah, rasanya kata menyenangkan tidak cukup menggambarkan betapa negara ini membuat saya jatuh cinta. Ingin sekali bisa kembali untuk melepas rindu. Semoga bisa. 🙂

 

*Note: Terima kasih telah menemani. Semoga waktu bisa mempertemukan kembali. Selamat berjuang disana; mengejar mimpi dan cita-cita. Tidak perlu takut kalau jatuh; tetaplah percaya dapat melangkah lebih jauh.*

daynine
I left my heart in Japan.

Fujiko F. Fujio Museum #DayEight

Hari terakhir di Jepang. Sedih harus segera mengakhiri liburan ini. 😥

Namun, saya akan menutup perjalanan selama satu minggu ini dengan mengunjungi sebuah museum. Hmm, terdengar membosankan ya? tapi museum yang satu ini sangat berbeda. Tempat yang sudah saya nantikan, bahkan sejak merencanakan liburan ini.

Museum FUJIKO F. FUJIO! Ya, disinilah tempat Nobita, Doraemon, dan kawan-kawan mereka berkumpul. Sebagai penggemar Doraemon sejak usia SD, menyambangi tempat ini merupakan kesenangan tersendiri. Oh ya, informasi penting tentang museum ini adalah setiap pengunjung wajib membeli tiket masuk lebih awal, sebelum hari kedatangan di lokasi. Tiket masuk tersedia untuk hari Senin sampai Minggu, dan ada beberapa pilihan jam, mulai dari jam 10.00, 12.00, 14.00, dan 16.00. Tiket dapat kamu peroleh di Lawson Jepang ya, dan tidak dijual secara langsung di Indonesia. Menurut saya, hal ini diterapkan agar pengunjung tertib dan pemandu museum dapat memberikan arahan dengan maksimal.

Tiket saya tertanggal hari Jumat, 3 Juni, pukul 10.00. Berangkat dari Takanobaba, saya naik kereta menuju stasiun Noborito. Setelah membaca halaman web museum tersebut, saya mendapatkan informasi bahwa terdapat shuttle bus dengan tarif 210 Yen yang melayani rute dari stasiun Noborito sampai ke museum Fujiko F. Fujio.

Pagi itu saya agak terlambat berangkat dari rumah, dan baru tiba di Noborito hampir jam 10. Saya agak panik karena tidak ada signage yang menunjukkan tempat berkumpul untuk shuttle bus. Setelah berlarian kesana kemari di area stasiun, saya melihat sebuah tanda keluar, dan icon bus. Saya berpikir, coba saja jalan ini, karena tidak ada petunjuk lain yang mengarahkan saya ke  tempat tujuan, hahaha. Ketika saya berjalan untuk melihat tangga, disana saya melihat sebuah bus berwarna biru muda dan bergambar Doraemon sedang menunggu, dan hampir saja berangkat! Seketika itu juga saya langsung berlari secepat mungkin, dan akhirnya berhasil muncul di depan pintu bus! Hahaha cukup menegangkan ya! Langsung saya menyapa si supir (terima kasih telah bersedia menunggu, Pak.) dan menempelkan kartu untuk membayar.

Pagi itu shuttle bus cukup penuh; sebagian besar adalah keluarga dan anak-anak. Perjalanan dari Noborito menuju museum memakan waktu sekitar 10 menit. Museum ini terletak di kota Kawasaki, Jepang.

noborito bus
Inside the shuttle bus to Fujiko F. Fujio Museum, Kawasaki City

Setibanya di area depan museum, saya melihat antrian yang cukup panjang untuk sesi jam 10 pagi. Rupanya mereka masih menunggu hingga pintu masuk museum dibuka oleh pemandu. Saya pun segera masuk ke antrian. Di area in pula terdapat beberapa miniatur Doraemon dan Nobita dalam berbagai karakter. Gemas!

dorayaki
Doraemon with his favo, Dorayaki!  (Fujiko F. Fujio Museum, Kawasaki City)

Ketika memasuki area museum, beberapa aturan yang harus kamu ikuti adalah:

  •  Tidak boleh mengambil gambar atau video dalam bentuk apapun, selama kamu berada di area pameran museum. Kamu baru boleh mengambil gambar saat berada di area outdoor.
  • Tentunya tidak boleh makan, minum, dan merokok ya di seluruh area museum. Bahkan di beberapa barang pameran, kamu dilarang untuk menyentuh benda tersebut.
  • Petugas akan memberikan sebuah alat berbentuk HT kecil, yang isinya adalah rekaman panduan yang akan bercerita tentang kisah di balik barang-barang pameran, yang juga barang kenangan milik Prof. Fujio (pencipta karakter Doraemon). Petugas juga akan memberikan instruksi lengkap cara menggunakan rekaman tersebut. Jadi, ketika kamu melihat suatu barang pameran, lihat nomor kode yang ada di sampingnya, dan warna yang sesuai dengan warna HT kamu. Tekan nomor pada HT tersebut, dan dekatkan telinga kamu ke speakernya, seperti sedang menelepon. Nah, disanalah kamu akan mendapatkan informasi tentang barang tersebut, dalam bahasa yang telah kamu pilih saat memasuki area museum tadi. Unik ya? HT warna biru untuk pengunjung dewasa, sedangkan yang warna merah muda untuk anak-anak.

Oh ya, tiket masuk yang kamu beli juga sudah termasuk tiket masuk untuk menonton teater di museum ini.

tix theatre
Ticket to watch Doraemon’s short movie at the theatre

Selain memamerkan benda bersejarah milik Prof.Fujio, museum ini juga menceritakan perjalanan Prof. Fujio menciptakan karakter-karakter kartun yang telah menghiasi masa kecil kita (terutama mereka yang lahir di tahun 90-an ya, hehehe). Di sini, saya baru benar-benar melihat betapa menakjubkannya visual karya Prof. Fujio secara dekat, tantangan yang ia hadapi dalam proses pembuatan karakter tersebut, dan pesan moral yang ingin disampaikan melalui cerita kartun.

Selain area pameran, museum ini juga memiliki area teater yang menampilkan film pendek tentang Doraemon dan karakter kartun populer lainnya yang diciptakan oleh Prof. Fujio. Kerennya adalah, ketika film selesai, layar tersebut terbuka dan ternyata layar tersebut adalah pintu penghubung menuju halaman belakang museum, tempat patung Doraemon, Nobita, dan Pisuke. COOL!

Tempat menarik lainnya di museum ini, yang sangat digemari pengunjung, adalah restoran. Pengunjung rela antri berpuluh-puluh nomor demi mendapatkan kesempatan untuk menikmati makanan yang memiliki bentuk karakter Doraemon, dan benda-benda favorit milik Nobita. Saya sempat berniat menikmati makan siang disini, tetapi melihat antrian yang mencapai 70 nomor, saya pun urun niat. Akhirnya, saya pun memilih untuk berbelanja suvenir lucu di toko di dalam museum ini. Terdapat banyak makanan ringan dengan bentuk karakter Doraemon; salah satu nya adalah pasta Doraemon, hahaha. Harganya sekitar 700 Yen untuk ukuran 250 gram. Selain pasta, saya juga membeli permen Doraemon. Untuk pembayaran, mereka menerima tunai ataupun kartu kredit.

Berikut ini adalah dokumentasi saya selama berada di museum Fujiko F. Fujio:

with doraemon
My long lost friend, found in a backyard at Kawasaki! *lol
pman
Oh, Hello P-Man!
pisuke
Pisuke, Nobita, and Doraemon warmly welcome the visitor at their backyard. 
dorami
with Dorami, Doraemon’s sister!

Setelah puas berkeliling museum, saya bertemu dengan seseorang di Shinjuku untuk makan siang (meski telat) dan berkeliling di area tersebut. Tadinya usai dari Shinjuku, saya berniat untuk pergi ke Roppongi Hills atau mampir di stasiun Ikebukuro. Namun, karena saya ingat belum packing, saya akhirnya memilih pulang, hehehe.

Malam terakhir di Jepang, dan juga di rumah sementara saya, Tokio Kichi. Saatnya berkemas dan tidur lebih cepat karena besok, saya akan kembali lagi ke Jakarta dengan pesawat pukul 11 pagi.

Sedikit bocoran, ada cerita menarik saat saya berkejaran dengan waktu untuk mencapai Narita. Saya tidak tahu apa jadinya kalau saya melewatkan setiap menit dalam perjalanan saya dari Tokio Kichi ke bandara.

Ada apa sih? 😉

xx.

Ueno Zoo to Odaiba City #DaySeven

H-2 sebelum kembali ke Jakarta. Hari ketujuh di Negeri Sakura.

Ueno dan Odaiba menjadi rute jalan-jalan saya hari ini. Saat bunga sakura bermekaran, Ueno Park merupakan tempat yang paling ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun asing. Hal ini membuat saya jadi penasaran seperti apa Ueno Park; karena di dalam area ini juga terdapat kebun binatang.

Dari Takadanobaba hanya butuh sekitar 20 menit untuk sampai di stasiun Ueno via JR Yamanote Line; dan yang lebih serunya lagi, lokasi stasiun tersebut langsung berseberangan dengan Ueno Park 😀 Puji Tuhan hari itu cerah, matahari sangat terik, dan udaranya sejuk. Dalam perjalanan menuju Ueno Zoo, saya melewati beberapa bangunan museum seni dan budaya. Area Ueno ini super lapang; tak heran banyak pengunjung yang menghabiskan waktu untuk berekreasi, olahraga, atau sekedar menikmati hijaunya pepohonan di taman. Saya sungguh iri dengan negara ini, hahaha. Andai di Jakarta, saya bisa dengan mudah menemukan taman sebersih, seluas, dan senyaman Ueno. Oh ya, teman saya juga bilang kalau di setiap kota di Jepang, setidaknya memiliki satu area taman publik, loh. Menyenangkan, ya?

Ueno Area
Directory at Ueno Area. Let’s get lost!
Ueno Park
Loving this so much! (Ueno Park)

 

 

Setelah berjalan kaki kira-kira 500 meter, saya akhirnya tiba di pintu gerbang Ueno Zoo.

Ueno Zoo

 

Sebenarnya, saya bukan orang yang suka pergi ke kebun binatang, hahaha. Namun, kali ini saya penasaran dengan Ueno Zoo ini; dan ingin sekali membandingkan dengan yang ada di Jakarta. Biaya masuk Ueno Zoo untuk dewasa adalah 600 Yen. Kalau kamu tidak ingin mengantri, silakan gunakan self-service ticket machine. Karena area kebun binatang yang sangat luas, jangan lupa untuk mengambil peta panduan ya, supaya kamu bisa mengeksplor Ueno Zoo dengan maksimal dan tidak mudah tersesat 🙂

Ueno Zoo terbagi atas dua area, yaitu West dan East. Ada dua cara yang dapat kamu tempuh untuk berpindah dari West ke East ataupun sebaliknya. Kamu dapat menggunakan kereta gantung dengan membayar 150 Yen untuk satu kali perjalanan, atau dengan berjalan kaki melewati jembatan. Meski agak jauh ketika menggunakan jembatan, kamu tidak akan kecewa deh, karena Ueno Zoo menyuguhkan suasana yang asri, tenang, dan tentunya udara yang bersih dan sejuk. Fasilitas pendukung yang ada di Ueno juga sangat lengkap, mulai dari restoran yang menjual makanan ringan, tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun (ditambah pesan untuk menjaga kebersihan setelah bersentuhan dengan hewan), hingga penyewaan kereta bayi bagi pengunjung yang membawa balita. Sekali lagi saya melihat betapa disiplin dan tertibnya masyarakat Jepang saat berada di area publik. Rapih mengantri dan sangat menjaga kebersihan. Saat hari biasa atau weekdays, pengunjung Ueno Zoo didominasi oleh grup atau rombongan dari sekolah, keluarga, dan turis.

Di Ueno Zoo, saya bisa melihat berbagai jenis hewan yang dikelompokkan di area-area yang berbeda; disesuaikan dengan karakter dan cara hidup hewan tersebut. Mulai dari puluhan jenis burung, beruang kutub dan penguin, hewan melata, jenis-jenis serangga, kura-kura, jerapah, kangguru, hingga Flamingo yang sangat cantik! Ueno Zoo juga memiliki area interaktif untuk anak-anak. Di dalam area ini, terdapat hewan-hewan tertentu yang cenderung jinak dan dapat dipegang atau diberi makan langsung, seperti kelinci, ayam, bebek, dan marmut. Gemas!

Ueno kid zoo

Salah satu area yang unik bagi saya adalah lokasi beruang kutub dan anjing laut. Kenapa? karena pada area ini, terdapat sebuah tunnel, yang ternyata berlokasi tepat dibawah kolam beruang kutub tinggal, dan tunnel ini memiliki kaca transparan yang membuat pengunjung dapat melihat aktivitas si beruang kutub dari jarak dekat 😀

IMG_20160610_110509
The Majestic Polar Bear

Berikut ini adalah beberapa foto hewan yang sempat saya abadikan saat berkunjung ke Ueno Zoo.

ueno 1
Hi Tiger!
ueno 2
Warm and funny welcome greetings from The Penguin Family!
ueno 3
My beautiful Flamingos Squad!
ueno 4
The Turtle from Galapagos

 

ueno 5

 

Sudah lewat tengah hari, dan saya pun mulai merasa lapar; tapi hari masih terlalu siang untuk melanjutkan perjalanan ke Odaiba. Setelah puas berkeliling Ueno, saya masuk ke area stasiun. Rupanya, stasiun ini cukup besar dan dilengkapi juga dengan beberapa restoran, kafe, dan supermarket. Saya memilih sebuah restoran Jepang, dan untungnya salah satu pelayannya mengerti sedikit bahasa Inggris, hahaha. Restoran ini, yang saya tidak tahu namanya, tidak terlalu ramai dan suasananya cukup nyaman. Saya menghabiskan sekitar 950 Yen untuk satu set yang besar ini.

ueno food
It might look like an egg, but it is not! *lol

Sekitar pukul 4 sore, saya menaiki kereta menuju Odaiba. Odaiba ini merupakan area hasil reklamasi dan letaknya memang di dekat laut lepas. Berbeda dengan Yokohama, meski sama-sama di area laut, desain bangunan di Odaiba sangat modern dan masih terlihat baru. Saya menggunakan MRT dalam perjalanan dari Ueno menuju Odaiba. Pemandangannya sangat luar biasa keren! Cukup untuk melepas penat dan lelah.

Odaiba

Salah satu spot yang terkenal di Odaiba adalah Rainbow Bridge dan Patung Liberty. Mengambil gambar di area ini membuat kita seolah-olah sedang berkunjung ke San Fransisco dan berfoto di depan Patung Liberty yang asli, hahaha. Mungkin ini dikarenakan Jepang masih sangat mengacu pada budaya Barat.

Aquacity
One fine afternoon at Odaiba.
Odaiba Rainbow bridge
View from where I stood.

 

Saya mengunjungi dua area perbelanjaan di Odaiba, yaitu Odaiba Aqua City dan DiverCity Tokyo Plaza. Kedua tempat ini dapat dijangkau dengan berjalan kaki, menggunakan sebuah jembatan penyeberangan yang super lebar dan nyaman. Tapi, kamu harus berhati-hati, karena menjelang sore hari, angin bertiup sangat sangat sangat kencang di area ini. Saya pun berjalan dengan linglung dan hampir terbawa angin jika tak menopang diri dengan baik, hahaha. Setelah mengunjungi dua pusat perbelanjaan tersebut, saya lebih tertarik ke DiverCity dibandingkan Odaiba Aqua City. Saya rasa karena DiverCity Tokyo Plaza memiliki tenant yang lebih banyak, mulai dari baju hingga makanan, sehingga lebih banyak pilihan.

Sudah lewat dari jam 8 malam dan saya pun memilih untuk kembali ke Takadanobaba, sebelum saya semakin banyak berbelanja, hahaha. Besok pagi, adalah hari terakhir saya jalan-jalan di Jepang, sebelum kembali dengan penerbangan pagi ke Jakarta.

Dan besok, adalah hari yang sangat saya nantikan. Bahkan saya meminta bantuan seorang teman untuk membeli tiket masuknya lebih dulu, jauh sebelum Tokyo Disney Sea. Tempat ini cukup jauh dari Tokyo. Hmm, memangnya saya mau pergi kemana sih?

#DayEight up soon! xx.

IMG_20160814_001904

[insert Mickey emoji]#DaySix

It’s TOKYO DISNEY SEA DAY OUT!

Maaf, tulisan ini harus tertunda sangat lama karena satu dan lain hal, hahaha (termasuk mood untuk menulis yang hilang-timbul).

Diantara seluruh pengeluaran yang saya alokasikan untuk perjalanan ke Jepang, tiket masuk Tokyo Disney Sea menduduki peringkat ketiga terbesar setelah tiket pesawat dan homestay *lol. Katanya, this is the place where your dreams and wishes come true. Ya, memasuki area taman rekreasi Tokyo Disneyland dan Tokyo Disney Sea, saya merasakan nuansa yang sangat dreamy; yang dulu hanya bisa saya nikmati di setiap film-film besar karya Disney. Untuk mencapai area  Tokyo Disney Resort (termasuk Disneyland dan Disney Sea), stasiun yang terdekat adalah Maihama Station. Sesampainya di Maihama Station, saya langsung mencari petunjuk untuk menaiki kereta menuju area Tokyo Disney Sea. Suasana yang sangat ‘Disney’ terasa bahkan dari dekorasi kereta; mulai dari jendela besar yang berbentuk wajah Mickey Mouse hingga handle pada kereta yang juga berbentuk Mickey!

disney train

too cute to be true!

IMG_20160806_215936

Petualangan saya pun dimulai. Saat memasuki area pintu masuk Tokyo Disney Sea, ada sebuah kapal besar dan bola dunia yang menyambut para pengunjung. Mengapa ada miniatur kapal laut? karena Tokyo Disney Sea merupakan satu-satunya taman Disneyland di dunia yang bertemakan laut. Ini juga yang menjadi alasan bagi saya untuk mengunjungi Tokyo Disney Sea, ketimbang Disneyland yang dapat dengan mudah ditemui di beberapa negara, seperti Hong Kong, China, dan tentunya Amerika Serikat. Oh, satu hal yang perlu diingat ketika masuk ke area taman rekreasi ini: jangan menggunakan selfie stick alias tongsis, atau petugas taman akan menghampiri kamu dan memberikan teguran, hihihi. Tapi jangan khawatir! Mereka dengan senang hati membantu kamu berfoto kok 😀 Nah, ketika saya berkunjung, rupanya Tokyo Disney Sea sedang merayakan ulang tahun yang ke-15, dan mereka menamai tahun itu sebagai “The Year of Wishes”. Ada makna yang sangat bagus dibalik tema ini. Apa ya artinya? 🙂

 

disney gate
Mandatory pose at Tokyo Disney Sea!
gate
15th Anniversary decoration – The Year of Wishes

Saat berkeliling di Tokyo Disney Sea, gunakan peta yang diberikan oleh petugas loket tiket masuk, supaya kamu bisa mengeksplor area taman rekreasi secara maksimal (ingat kembali harga tiket masuk yang sudah kamu bayar ya, hahaha). Area bermain Tokyo Disney Sea terbagi atas tujuh tema yang berbeda: Mediterranean Harbor, American Waterfront, Port Discovery, Lost River Delta, Arabian Coast, Mermaid Lagoon, dan Mysterious Island. Di area ini pula terdapat beberapa permainan yang menjadi favorit pengunjung, sehingga butuh waktu yang cukup lama untuk mengantri jika kamu datang terlalu siang. Saat inilah fasilitas FAST PASS dapat kamu gunakan. Caranya sangat mudah, scan tiket masuk kamu pada mesin khusus di atraksi permainan yang memiliki fasilitas ini. Nanti kamu akan dapat tiket dan jam yang menunjukkan kapan kamu bisa masuk ke atraksi tersebut. Datanglah kembali pada jam yang ditentukan dengan menunjukkan tiket FAST PASS tersebut. Mudah, kan? Selain FAST PASS, tiket kamu juga dapat digunakan untuk mengikuti undian lotre untuk mendapatkan kesempatan menyaksikan pertunjukkan di Broadway. Sayangnya saya kurang beruntung hari itu; dan tiket masuk tersebut hanya dapat diikutkan untuk satu kali undian. Pertunjukkan musikal di Broadway ini sangat terbatas, hingga banyak pengunjung yang rela antri berjam-jam loh.

Meski saya datang ketika weekdays, Tokyo Disney Sea tetap ramai pengunjung, terutama rombongan wisatawan asing dan anak-anak. Selain area permainan yang beragam, baik untuk anak-anak maupun dewasa, Tokyo Disney Sea juga menyediakan restoran tematik yang sangat unik, toko suvenir, dan penjual snack dengan ornamen karakter Disney. Karena belum ingin makan siang, saya akhirnya membeli es krim Tiramisu bergambar Mickey Mouse 😀 Satu tips lagi ketika kamu pergi ke taman rekreasi: siapkan uang TUNAI. Tidak semua unit penjualan di Tokyo Disney Sea melayani pembayaran dengan kartu kredit. Maka, pastikan kamu membawa mata uang Yen yang cukup ya. Selain membeli es krim, saya sempat ingin membeli bando berbentuk telinga Minnie Mouse, hahaha. Namun, pilihan saya jatuh pada sebuah topi hitam, dengan logo Mickey berwarna emas.

tiramisu
Ice cream to beat the heat!

Karena pergi sendirian, saya agak sungkan untuk menaiki wahana yang umumnya untuk grup. Saya jadi lebih banyak mengambil gambar, menikmati kerumunan pengunjung, bertemu langsung dengan karakter Goofy, dan menikmati makan siang di New York Deli. Karena ini area turis, jadi harga makanannya cukup mahal, hehe. Salah satu cara untuk melihat dan berkeliling Tokyo Disney Sea secara instan adalah dengan menumpang kereta Disney Electric Railway dan perahu Disney Transit Steamer Line. Wahana lain yang saya nikmati di Tokyo Disney Sea adalah pertunjukkan musikal King Triton’s Concert di Mermaid Lagoon, menaiki perahu otomatis di Aquatopia, dan melihat kisah Sinbad’s Storybook Voyage. Salah satu snack favorit pengunjung saat berada di Disney Park adalah popcorn. Kenapa? karena popcorn tersebut dikemas dalam wadah yang berbentuk karakter Disney, seperti Duffy Bear atau karakter alien hijau dari film Monster Inc. Harganya menjadi cukup mahal, tetapi sangat layak bagi penggemar berat Disney.

 

sinbad
Sinbad’s Storybook Voyage
NY deli
Western Lunch at New York Deli
mediterranean
Crystal Wishes Journey at Mediterranean Harbour
journey
Journey to The Center of The Earth area
boat
Catching the sunset. My favorite!
view
Found a piece of serenity inside the crowd.
toystory
Where Woody and his friends stay at Tokyo Disney Sea.
mountain
Magical view when evening rises.

 

Menjelang sore, angin laut mulai berhembus kencang, ditambah lagi dengan hujan yang deras. Beberapa pertunjukkan luar ruangan saat itu terpaksa dibatalkan. Saat hujan mulai mereda, cuaca menjadi berangin dan sangat dingin. Namun, saya urunkan niat untuk pulang karena ada pertunjukkan “Fantasmic!” dan pertunjukkan kembang api bertajuk “Sky High Wishes”. Beberapa menit sebelum acara dimulai, saya sudah menduduki tempat yang paling depan, hahaha. Karena mendekati menit-menit acara, pengunjung mulai memadati area Mediterranean Harbour. Karena hari sudah malam dan penerangan di area taman minim, saya tidak bisa merekam seluruh pertunjukkan. Jadi, kalau kamu penasaran, silakan langsung berkunjung ke Tokyo Disney Sea ya 😀

Intinya, cerita musikal yang diperankan karakter Disney tersebut membawa pesan agar setiap orang percaya dan yakin dalam mewujudkan cita-cita atau keinginan di dalam hati mereka. Keyakinan hati itulah yang menjadi kunci tercapainya harapan di masa mendatang. Disney-much, no? hehehe.

Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Saatnya saya kembali ke Takadanobaba sebelum memasuki jam sibuk di Jepang. Rasa lelah dan kedinginan terbayar dengan pertunjukkan penutup Tokyo Disney Sea yang sangat memukau.

Besok saya akan pergi ke sebuah kota yang berdekatan dengan laut juga, seperti Tokyo Disney Sea. Katanya, daerah ini merupakan hasil reklamasi loh, dan kini menjadi area yang sangat populer di kalangan wisatawan. Penasaran? 🙂

#DaySeven is coming soon! xx.

skyhigh

From Yokohama to Omotesando #DayFive

Yes, #DayFive and still going strong! 😀

Perjalanan ke Yokohama yang semula dijadwalkan hari Kamis, saya pindahkan ke hari Selasa, karena teman saya cuma bisa di hari itu, hahaha, dan kebetulan ingin pergi juga ke Yokohama. Berbeda dengan kemarin, prakiraan cuaca hari ini mengatakan bahwa matahari akan terik sepanjang hari 😀 Dari Takadanobaba, saya membutuhkan waktu sekitar 30-40 menit menuju kota Yokohama. Tidak banyak informasi yang saya cari mengenai kota ini, sehingga apa yang saya lihat disana adalah kejutan, hehe.

Suasana pusat kota Yokohama yang lengang menyambut kehadiran kami; mungkin karena saat itu adalah hari biasa dan masih jam kantor. Seperti yang saya sebutkan di blog sebelumnya, Yokohama merupakan kota pelabuhan. Saya bisa melihat beberapa kapal barang sedang bersandar dan angin laut yang berhembus kencang. Kota ini bisa dikatakan sangat apik, teratur, dan masih memiliki lahan terbuka yang sangat luas. Tempat pertama yang saya datangi adalah Yokohama Red Brick Warehouse. Gedung ini memiliki desain dan warna seperti batu bata merah, dan merupakan gedung bersejarah yang pernah digunakan sebagai tempat bea cukai dan penyimpanan barang untuk pelabuhan Yokohama. Kini, gedung tersebut telah direnovasi dan dialihfungsikan menjadi pusat perbenlanjaan, restoran, dan banquet hall. Area lapang di sekitar Red Brick Warehouse ini juga kerap digunakan sebagai lokasi pemotretan atau video shooting. 

yokohama 1
Posing in a bridge; on my way to Red Brick Warehouse

 

redbrick
Yokohama Red Brick Warehouse: checked!

Nuansa barat sangat terasa saat saya berjalan-jalan di dalam Red Brick Warehouse, terutama restoran dan kafe di dalamnya. Makan siang saya kali ini jauh dari makanan ala Jepang. Teman saya memilih tempat bernama Kua’Aina, yakni restoran hamburger khas Hawaii yang telah memiliki beberapa cabang di Jepang. Teman saya bilang, kebanyakan masyarakat Jepang kerap melihat negara Barat (dalam hal ini Amerika) sebagai acuan gaya hidup. Maka dari itu, makanan khas barat seperti hamburger akan terkesan spesial di mata mereka. Tampilan dan porsi burger di Kua’Aina ternyata sangat besar untuk ukuran orang Asia. Namun, di outlet burger ini saya bisa menikmati daging bacon yang sangat sulit ditemui di Indonesia, hehehe. Satu paket hamburger, lengkap dengan kentang dan minuman, dapat diperoleh dari kisaran harga 1,200 – 1,500 yen. Penasaran dengan tampilan burger yang saya pilih? Ini dia:

kuaina
The Majestic Bacon and Cheese Burger!

Energi sudah penuh terisi, kami langsung melanjutkan jalan-jalan di Yokohama. Salah satu hal yang perlu dicek ketika membuat jadwal perjalanan adalah jam operasional tempat atau atraksi wisata tersebut. Saya benar-benar lupa kalau Cup Noodles Museum yang ingin saya kunjungi tutup setiap hari Selasa, HAHAHA.  Untuk mengurangi rasa kecewa, saya hanya berfoto di area depan museum ini. (Mungkin ini pertanda saya harus berkunjung ke Yokohama di lain kesempatan, AMIN!)

cupnoodlemuseum
I’ll visit you next time! Sooooon!

Dalam perjalanan menuju Yamashita Park, saya melipir sejenak ke tepian pantai dan pelabuhan; tempat beberapa kapal besar bersandar. Deburan ombak dan udara laut yang bersih membuat area ini sangat cocok untuk berolahraga, melepas penat, atau sekedar memandangi laut lepas. Di area ini juga terdapat kapal layar (Yokohama Cruise) yang menyediakan jasa untuk membawa pengunjung berkeliling dan menikmati pemandangan di tengah lautan.

yokohama 2
From the edge of Yokohama Port

Teman saya bilang, hampir di setiap sudut kota di Jepang memiliki satu taman umum yang sangat luas dan rindang. Begitu pula dengan Yamashita Park. Meski banyak pengunjung hari itu, taman tersebut tetap terlihat bersih, nyaman, dan tertib. Saya betul-betul iri dengan negara ini, hahaha, andai Indonesia, atau setidaknya Jakarta punya taman yang asri seperti di sini. Oh ya, melanjutkan soal pengaruh budaya Barat yang sangat kuat di Yokohama, taman Yamashita ternyata merupakan sebuah simbol persahabatan antara kota Yokohama dengan negara bagian California di Amerika Serikat; mereka bahkan mengklaimnya sebagai sister city. Selain itu, di dalam taman ini juga terdapat patung dua orang anak perempuan yang mengenakan seragam pramuka (scout girl) dan pakaian khas tradisional Jepang sebagai tanda persahabatan antara dua kota tersebut.

 

yamashita

Puas berkeliling Yamashita Park, saya masuk ke Yokohama Doll Museum (karena hari masih terlalu siang untuk pergi ke China Town, hahaha). Dengan tiket seharga 400 yen, saya bisa melihat pameran boneka-boneka unik dari seluruh negara di dunia, termasuk wayang dari Indonesia. Terdapat juga beberapa boneka yang berasal dari legenda Jepang atau kisah mitos dari negara-negara lainnya. Kamera hanya boleh digunakan pada area tertentu di dalam museum. Bagi yang takut dengan boneka berbentuk orang atau anak-anak, sebaiknya tidak berkunjung kesini ya, hahaha.

dollhouse

Hari mulai sore ketika saya berjalan menuju area China Town. Sebenarnya setiap China Town memiliki karakteristik yang sama; hanya saja China Town di Yokohama (Jepang) tentu lebih bersih, tertib, dan sedikit lebih mahal, hahaha. Kamu bisa menemukan banyak Chinese restaurant, toko suvenir dan makanan khas Jepang, dan kelenteng.

Ketika mengobrol sepanjang jalan dengan teman saya itu, banyak hal unik yang baru saya ketahui tentang Jepang. Salah satunya adalah waste management. Setiap sampah rumah tangga wajib untuk dipilah sebelum diserahkan ke petugas kebersihan; jika tidak, mereka tidak akan mengambil sampah tersebut loh. Selain itu, ketika jalan-jalan, saya pun jarang menemukan tempat sampah umum, tapi hebatnya adalah jalanan tetap bersih dan tidak ada sampah yang tercecer. Katanya, hal ini merupakan salah satu cara pemerintah agar setiap individu membawa pulang sampah mereka ke rumah, dipilah sendiri, lalu diserahkan ke petugas. Keren ya? Hal unik lainnya adalah soal tisu. Penggunaan tisu di Indonesia dinilai punya dampak negatif terhadap lingkungan, baik dari segi pembuatan maupun pengolahan sampahnya. Di Jepang, tisu toilet yang diproduksi merupakan tisu yang, setelah dipakai, harus dibuang ke dalam kloset. Hal ini saya pertama kali temukan di homestay. Tisunya memang mudah hancur dan memang harus dibuang langsung ke kloset. Sangat berbeda ya dengan Indonesia, hahaha. Teman saya berpendapat, negara yang menerapkan sistem seperti itu biasanya memiliki tata kelola air dan sampah yang sudah maju. Selama di Jepang, saya pun meminum air keran yang jernih dan tidak berbau. Awalnya saya takut, tapi host saya bilang tidak masalah, bahkan dia memberikan termos yang memiliki filter air, hahaha. Menurut saya, kebersihan itu bukan urusan pemerintah saja, tetapi kesadaran warga lokal yang sudah terbangun secara tepat untuk merawat dan menjaga fasilitas publik.

Perjalanan ke Yokohama sudah selesai, tapi hari masih terang. Saya mulai memikirkan tempat lain di Tokyo yang mungkin belum saya kunjungi. Kemudian, teman saya mengusulkan untuk kembali ke Harajuku dan melihat area Omotesando. Saya teringat pernah memasukkan nama area ini ke dalam daftar kunjungan, tapi hampir melewatkannya. Setibanya di Omotesando, saya langsung suka dengan tempat ini. Berbeda dari area Harajuku atau Takeshita yang sangat ramai, Omotesando justru lebih tenang dan nyaman. Tidak banyak orang yang lalu-lalang, meski ada beberapa toko baju/sepatu, restoran, dan kafe. Matahari yang hampir terbenam, teduhnya langit hari itu, ditambah dengan semilir angin sore, membuat saya makin jatuh cinta dengan negara ini (maaf lebay, hahaha).

omotesando
A piece of Omotesando on a windy yet peaceful afternoon. Love!

Di hari itu juga saya akhirnya sempat menikmati sushi langsung di Jepang sebagai makan malam, bersama Andre dan Rheza. Sementara Rheza kembali ke kantornya, saya dan Andre masih berjalan-jalan di sekitar Omotesando untuk mencari secangkir kopi, sebelum kembali ke tempat masing-masing.

Malam mulai larut, dan kaki kami juga masih sakit karena jalan sehari penuh. Besok adalah hari yang saya nantikan, karena saya akan mengunjungi TOKYO DISNEY SEA; satu-satunya taman bermain Disneyland di dunia yang bertemakan laut.

Disney Sea Adventure #DaySix will be up on the blog soon! xx.

Fuji (not-so-solo) Trip #DayThree

#MountFujiFTW!

Belum lengkap rasanya pergi ke Jepang tanpa mengunjungi ke Gunung Fuji. Gunung yang menjulang setinggi 3,776 meter ini terletak di antara Perfektur Yamanashi dan Shizuoka, dan termasuk gunung berapi aktif. Gunung tertinggi di Jepang ini juga dipercaya sebagai gunung yang suci dan memiliki segudang kisah mitos/legenda. Nama “Fuji” memiliki arti keabadian; sehingga, jangan heran jika banyak perusahaan Jepang yang menggunakan kata “Fuji”. Gunung Fuji dikelilingi oleh lima danau, yaitu danau Kawaguchiko, Yamanakako, Saiko, Motosuko, dan danau Shojiku. Pemandangan puncak Gunung Fuji dapat dinikmati dari beberapa sudut kota di Jepang, termasuk Tokyo, apabila cuacanya sedang cerah ya.

Karena ini pengalaman pertama pergi ke Fuji dan harus pergi sendirian, maka saya memutuskan untuk membeli paket perjalanan satu hari penuh dari HIS Travel di Jakarta. Paket ini memilki konsep seat-in-coach, yang artinya dalam satu bus, saya akan bertemu dengan pengunjung dari negara lain yang membeli paket yang sama. Selain itu, titik penjemputan terdapat di hotel-hotel tertentu di Tokyo; maka dari itu, saya harus mencantumkan lokasi tempat tinggal agar pihak HIS dapat menentukan lokasi penjemputan terdekat, yakni di Keio Plaza Hotel, Shinjuku.

Jepang terkenal dengan budaya tepat waktu. Demi tiba tepat waktu di Keio (sebelum jam 08.10), saya harus bangun lebih pagi dan mulai mencari rute kereta dari Google Maps. Meski sempat tersesat di dalam subway (karena saat itu adalah hari Minggu pagi dan belum banyak orang yang berlalu-lalang), saya tiba di Keio pukul 07.30, hahahaha! Keio Plaza merupakan salah satu hotel bintang lima di Tokyo yang mulai beroperasi sejak tahun 1971.

Setelah bertemu dengan petugas dari Japan Gray Line, bus yang saya tumpangi mulai berkeliling ke beberapa hotel untuk menjemput turis asing lainnya. Namun, kami semua harus bertukar bus satu kali, karena ternyata bus yang pertama hanya digunakan untuk penjemputan saja. Perjalanan dari Tokyo ke Fuji membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam perjalanan darat. Seorang pemandu wisata berusia senja menyambut rombongan dan memberikan informasi tentang atraksi yang kami lewati di area pusat  Tokyo, sejarah Gunung Fuji, dan tutorial singkat bahasa Jepang. Sebagian besar rombongan bus berasal dari Asia, seperti Malaysia, India, dan Filipina. Indonesia diwakili oleh saya seorang diri! 😀 Ada juga yang datang dari London, Australia, dan Eropa.

Titik pertama yang kami datangi adalah Mount Fuji 5th Station. Poin pemberhentian ini merupakan titik yang paling sering dikunjungi oleh turis. Jika cuaca cerah, pengunjung diperbolehkan untuk sampai pada titik ini. Cuaca buruk dan kondisi jalan yang macet bisa membuat poin ini tidak dapat diakses oleh pengunjung.

fujiFuji 2

Meski matahari sangat terik, tetapi angin begitu dingin, sehingga sulit untuk bernafas. Maka sangat disarankan untuk membawa jaket cadangan, meski sudah memakai sweater. Kami diberi waktu sekitar 20-30 menit untuk berfoto. Selanjutnya adalah makan siang di Hakone Lake Hotel, yang ditempuh sekitar 1 jam perjalanan.

Di dalam bus, saya duduk di barisan paling belakang yang terdiri dari 5 kursi. Di sebelah kiri saya ada seorang Bapak, yang pergi ke Fuji bersama istri, anak, dan orang tuanya. Di sisi kanan saya ada laki-laki asal India, dan dua diujung adalah dua orang laki-laki dari London. Saat kembali ke bus, Bapak itu bertanya:

“Are you Japanese?”

“No, I’m from Indonesia. Where do you come from?”

“Oh, I see. I’m from Malaysia.”

(hening sebentar) “Do I look like Japanese?”(laughing)

“Ya! A bit hahaha.”

Kali kedua saya dikira orang lokal, hahahaha.

hakone lunch
Western Lunch at Hakone Lake Hotel (Mt.Fuji Trip)

Usai makan siang, saya bertemu dengan dua orang, ibu dan anak, dari Manila, Filipina. Saya tidak ingat nama si anak perempuan yang kira-kira seusia dengan saya. Keduanya sangat ramah, bahkan kami saling menawarkan bantuan untuk mengambil foto, apalagi saat mereka tahu kalau saya bepergian sendiri. Kami melanjutkan perjalanan untuk menaiki kereta gantung dan menikmati pemandangan di sekitar Gunung Fuji.

 

gondola 1
Hakone Ropeway 
gondola 2
Inside Hakone Ropeway

Antrian untuk menikmati kereta gantung ini cukup ramai (mungkin karena akhir pekan saat itu). Saat mengantri bersama grup, saya juga bercakap dengan seorang turis asal India, namanya Harish. Ceritanya, Harish adalah seorang software engineer di Cisco India, dan sedang dalam perjalanan bisnis ke Cisco Jepang, yang berkantor di Roppongi Hills. Kami banyak bicara soal jalan-jalan, pekerjaan, dan negara masing-masing.

Perhentian terakhir dalam trip Gunung Fuji ini adalah menaiki perahu untuk berkeliling danau. Bagi saya, atraksi ini kurang menarik karena pemandangan lansekap di sekitarnya terlihat biasa saja. Beginilah penampakan kapalnya:

boat 1

Yang menarik justru ketika tiba saatnya pulang ke Tokyo. Saya memilih untuk menggunakan SHINKANSEN! Bila melancong ke Jepang, wajib menaiki kereta yang kecepatannya mencapai 350km/jam ini. Dalam perjalanan menuju stasiun Odawara untuk naik kereta cepat, si pemandu wisata memberikan kami tiket kereta dan instruksi singkat saat memasuki area stasiun.

shinkansen tix
Tiket Shinkansen untuk rute Odawara – Tokyo

Setibanya di Stasiun Odawara, saya mengucapkan selamat tinggal kepada si pemandu wisata dan ibu-anak dari Filipina yang baik hati itu, lalu masuk ke platform pemberangkatan menuju Tokyo. Nah, seperti inilah suasana di stasiun Odawara saat saya menunggu kereta cepat:

This slideshow requires JavaScript.

Rupanya, Harish juga menuju ke Tokyo, tetapi kami berpisah di stasiun Tokyo karena stasiun tujuan kami berbeda. Senang bisa mengunjungi Gunung Fuji, meski hanya sedikit area yang dikunjungi hari itu. Namun yang lebih menyenangkan adalah bertemu dengan strangers  dari berbagai negara 😀 (sayang saya tidak cukup percaya diri untuk berbicara lebih banyak dan menanyakan kontak mereka, hahaha).

Mount Fuji : Checked!

Rencananya, besok Senin, saya akan menghabiskan satu hari penuh di Tokyo Disney Sea. Tetapi, prakiraan cuaca berpesan kalau besok akan hujan sepanjang hari. Hmm, harus ubah jadwal nih. Kira-kira saya akan pergi kemana ya di #Day Four?

Stay tune! xx.

 

Japan (solo) Trip #DayTwo

It’s #DayTwo , and I’m super excited!!

Perjalanan hari ini dimulai dari Takadanobaba Station (stasiun terdekat dari homestay) dengan tujuan pertama Imperial Palace; yang merupakan area tempat tinggal keluarga kerajaan di Jepang. Pedestrian yang saya lewati menuju Imperial Palace ini sangat bersih dan rapi. Ukurannya juga cukup lebar sehingga banyak warga lokal yang memanfaatkannya untuk sekedar jogging dan jalan pagi. Sungguh iri! Ditambah lagi, terdapat danau kecil yang mengelilingi area istana, membuat suasana semakin teduh dan nyaman.

20160528_104353
Area pedestrian di Imperial Palace Tokyo

Imperial Palace ini terdiri dari beberapa lapisan area; hanya area terluar saja yang dibuka untuk umum, sementara area dalam yang masih ditempati keluarga kerajaan tertutup untuk publik dan akan dibuka pada perayaan tertentu saja. Tidak ada biaya masuk yang dikenakan untuk berkunjung ke Imperial Palace, namun kamu harus mengambil tanda masuk di loket depan.

Tanda masuk ini seperti plat kecil berwarna putih, yang terdiri dari dua bahasa, yaitu Jepang dan Inggris. Petugas akan menampakkan tanda masuk dalam bahasa Inggris untuk turis asing; dan yang berbahasa Jepang bagi pengunjung lokal. Lucunya, ketika saya menerima plat tersebut, mereka menampakkan yang berbahasa Jepang. Hmm, baru hari kedua sudah disangka warga lokal, ya? Hahaha.

20160528_105024

Selain rumah utama dan beberapa pos penjagaan, area Imperial Palace dikelilingi oleh taman yang super luas dan hamparan hijau penuh dengan pohon rindang dan bunga. Maaf jika sedikit norak, tapi bagi saya warga Jakarta, yang sehari-hari melihat gedung, polusi, dan aspal, menemukan area sehijau ini di pusat kota adalah kesenangan tersendiri. Saya tidak akan sungkan untuk berolahraga setiap weekend jika kota saya punya taman seluas dan seindah ini. Hal lain yang membuat saya kagum adalah BERSIH. Tidak ada satu pun sampah berceceran di area taman, meski pengunjung cukup ramai, terutama keluarga dan anak-anak. Semua pengunjung tertib menikmati sejuknya udara pagi itu.

Imperial Palace 1
Halaman depan Imperial Palace, Tokyo

Dekat pintu masuk, terdapat sebuah museum kecil yang berisikan barang-barang antik dan warisan kebudayaan dari generasi terdahulu dinasti yang menjadi pendiri negara Jepang. Mulai dari lukisan, patung, hingga benda peninggalan dinasti atau raja tertentu. Sayangnya, pengunjung dilarang untuk mengambil gambar di dalam area museum.

Imperial Palace 2

Saya kembali berjalan kaki lebih jauh menyusuri area taman (jangan takut tersesat karena terdapat peta area dengan dual bahasa yang sangat lengkap). Selain menemukan beragam jenis tanaman, saya juga melihat beberapa bangunan kecil peninggalan dari jaman kerajaan, seperti ruang penyimpanan dan gua kecil menuju areal bawah tanah. Salah satu photo spot favorit adalah tembok-tembok tinggi yang terdiri atas batuan asimetris. Menurut teman saya, tembok bebatuan ini sepertinya masih asli, bukan hasil renovasi ulang; karena ukurannya yang berbeda-beda dan disusun tak beraturan. Di sisi lain taman ini, terdapat pula beberapa tembok besar yang sudah disusun rapih.

This slideshow requires JavaScript.

Puas menikmati Imperial Palace, tujuan saya berikutnya adalah TOKYO TOWER. Menara yang menjulang setinggi 333 meter ini pernah diklaim sebagai menara tertinggi di dunia; hingga pada tahun 2012, gelar tersebut diraih oleh saudaranya, Tokyo Skytree. Sejak diresmikan pada tahun 1958, Tokyo Tower menjadi simbol majunya perekonomian Jepang, dan kini difungsikan sebagai broadcast antenna untuk stasiun TV dan radio. Dari Tokyo Tower, kamu bisa menikmati pemandangan kota Tokyo dan area populer di sekitarnya yang sangat teratur. Area main observatory di menara ini berada pada ketinggian 150 meter. Tiket masuk untuk dewasa bisa kamu dapatkan seharga 900 Yen saja. Kamu bisa melihat seluruh spot utama kota Tokyo, bahkan Gunung Fuji! Penasaran dengan pemandangan dari main observatory?

Layaknya tempat wisata, setelah turun dari main observatory, saya diarahkan untuk menjajaki toko suvenir, hehehe. Oh ya, bagi penggemar kartun One Piece, di area ini juga terdapat One Piece Tower loh! Lengkap dengan toko suvenirnya.

 

TokyoTower

Hari mulai siang, saatnya isi ulang energi yang sudah terpakai untuk jalan kaki kesana kemari. Kali ini adalah SHIBUYA! Area ini dikenal sebagai pusat perbelanjaan dan tempat berkumpulnya anak muda Jepang (selain Harajuku, yang akan saya ceritakan di post hari keempat). Saat tengah memilih tempat makan, tak sengaja saya melihat ICHIRAN RAMEN! Another must-have list have been accomplished! Saat kamu berkunjung ke Jepang, Ichiran Ramen sangat wajib kamu kunjungi. Restoran ini menyajikan cita rasa asli Jepang dengan beragam rasa dan isi. Ichiran dapat kamu temukan dengan mudah di area kota; namun jangan kaget ketika melihat antrian yang super panjang, bahkan bisa membuat kamu menunggu hingga 45 menit! Sekedar informasi, di area Shibuya, terdapat dua outlet Ichiran. Satu outlet berlokasi persis di seberang Disney Store, dan satu lagi terletak agak jauh, namun kamu bisa memanfaatkan peta yang tersedia.

Tidak ada menu berbahasa Inggris di Ichiran Ramen; jadi saya harus menerka sendiri menu ramen yang saya inginkan. Tidak ada pula pelayan yang akan menanyakan orderan kamu, karena kamu harus memesannya melalui mesin tiket. Siapkan pula uang tunai ya, karena sebagian besar resto lokal disana tidak menerima kartu kredit. Setelah memilih menu dan membayar, saya memilih tempat duduk, dan mulai mengisi sebuah form yang full berbahasa Jepang. Rupanya form tersebut ditujukan untuk menuliskan detail isi ramen yang diinginkan. Repot ya? but it was all worth it!

Usai dari Ichiran, saya tentu tidak melewatkan kesempatan untuk mengunjungi DISNEY STORE dan berfoto. Bagi penggemar Disney seperti saya, toko ini sangat menarik! Mereka menjual beragam suvenir asli Disney dan juga tiket masuk Tokyo Disneyland/Tokyo Disneysea.

DS
Happy kid is perfectly happy!

Capek ya membayangkan saya berjalan kaki hingga tengah hari? hahaha, tapi perjalanan belum selesai!

Jika kamu pergi ke Shibuya, ada dua hal lain yang tidak boleh dilewatkan: PATUNG HACHIKO dan SHIBUYA CROSSING!

Kisah anjing Hachiko yang setia kepada sang pemilik hingga akhir hayatnya juga terdengar hingga ke Indonesia. Kesetiaan dan pengabdian Hachiko dikenang dengan membangun sebuah patung yang lokasinya dekat dengan area Shibuya Crossing dan Shibuya Station.

Hachiko
Hachiko at Shibuya, Japan.

Selain Hachiko, aktivitas Shibuya Crossing juga merupakan salah satu spot favorit turis mancanegara. Kenapa? area penyeberangan yang luas di pusat Shibuya ini dilalui oleh ratusan bahkan ribuan orang. Dalam satu kali penyeberangan, area ini akan berubah menjadi lautan manusia yang hendak berperang, hahaha. Jadi, jangan heran jika kamu melihat banyak orang yang berfoto di tepi jalan, atau bahkan di tengah-tengah Shibuya Crossing demi mengabadikan momen ini. Saya bahkan menyeberang beberapa kali; selain karena ingin merasakan sensasi berada di kerumunan, saya sempat tersesat saat mencari stasiun, hahaha.

 

Shibuya Crossing 2
The Famous Shibuya Crossing!

Setelah menjelajahi Shibuya, kaki pun mulai cenat-cenut, tapi daftar kunjungan masih panjang.  Negara Jepang didominasi oleh penduduk dengan kepercayaan Shinto dan Buddha, sehingga kamu akan banyak menemukan temple atau kelenteng di pusat kota Tokyo. Salah satu temple yang terkenal adalah ASAKUSA; atau yang dikenal juga dengan nama Sensoji Temple. Saat memasuki gerbang utama, saya disambut dengan lampion besar yang disebut Kaminarimon. Selain itu, di sepanjang jalan menuju area utama, terdapat banyak toko suvenir dan makanan ringan khas Jepang.

Asakusa

Mencuci tangan dengan air suci adalah hal yang lumrah saat mengunjugi rumah ibadah, seperti yang saya lakukan ini:

Asakusa 2
Selain untuk cuci tangan, air ini bisa diminum loh 😀

Namun, yang menarik perhatian saya adalah sebuah tong yang berisikan dupa dan asap yang mengepul. Teman saya berkata, bahwa ada kepercayaan lokal: jika seseorang memiliki penyakit tertentu dan menghirup asap tersebut, maka penyakit tersebut dipercaya akan hilang. Lucunya lagi adalah, jika seseorang mengipasi rambut dan kepalanya dengan asap itu, maka orang tersebut akan menjadi pintar, hahaha. Luar biasa ya!

asakusa 3

Selain membeli charm keberuntungan seharga 800 Yen, teman saya mengajak saya untuk mencoba snack khas Jepang, yang saya lupa namanya haha. Tapi kira-kira begini bentuknya:

asakusa 4

 

Harga sebuah kue ini sekitar 100an Yen, tergantung rasa yang dipilih. Jangan salah sangka dulu ya, kertas yang digunakan bukan kertas bekas, seperti saat membeli gorengan di Indonesia (HAHAHAHA – my bad yang mengira itu kertas bekas). Teman saya bilang, tulisan pada kertas itu memuat cara menikmati kue tersebut dan himbauan untuk membuang sampah kertas ini pada tempatnya. Duh, malu banget!

Dari Asakusa, perjalanan saya berlanjut ke TOKYO SKYTREE. Mirip dengan Tokyo Tower, menara yang diresmikan sejak tahun 2012 ini memiliki tinggi 634 meter dan berfungsi sebagai broadcast antenna. Di Tokyo Skytree, ada banyak pilihan untuk membeli oleh-oleh khas Jepang, kafe unik, dan juga restaurant premium yang menyajikan pemandangan kota Tokyo dari ketinggian 350 meter. Tokyo Skytree memiliki dua observation deck; tetapi kali ini saya tidak membeli tiketnya karena cukup mahal, sekitar 2,000 – 3,000 Yen. Jika kamu ingin belanja snack dan pernak-pernik, kamu bisa masuk ke area Tokyo Solamachi.

Skytree

Hari mulai gelap, kaki ini rasanya ingin dicopot saja, diganti dengan kaki cadangan jika ada. Tapi saya masih punya satu tempat yang ingin dikunjungi sebelum malam Minggu itu berakhir: AKIHABARA.

Ini adalah surga bagi para pria penggemar gadget, video game, anime, dan…hiburan plusplus, hahaha. Akihabara, atau yang sering dipanggil Akiba, merupakan pusat elektronik dan perkantoran di Jepang. Suasananya sangat riuh, banyak anak muda, terutama laki-laki, dan meriah dengan ornamen lampu-lampu serta lagu-lagu anime Jepang. Sembari menyusuri pedestrian di Akihabara, saya tidak sengaja melihat permainan UFO Cacther Neko Atsume! SUPER  CUTE I CAN’T HELP IT!!

Neko

Hanya dengan koin 100 Yen, kamu memperoleh satu kali kesempatan untuk mengambil satu buah boneka Neko Atsume. Saya dan teman saya, Rheza, mencoba hingga 5 kali (setara dengan 500 Yen), tapi hasilnya nihil hahaha. Mungkin lain waktu ya.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba saya teringat sesuatu: AKB48! HAHAHAHA. Ya, grup vokal yang terkenal di Jakarta dengan sebutan JKT48 itu berasal dari kota ini. Di Akihabara, grup AKB48 bahkan memiliki gedung khusus yang berisikan restaurant, toko suvenir, dan gedung teater di lantai paling atas. Tidak ingin melewatkan kesempatan dan sudah terlanjur penasaran juga, saya langsung menyambangi gedung tersebut. Selain membeli oleh-oleh, saya naik hingga lantai paling atas.

Seperti ini situasi gedung AKB48 ketika saya datang:

This slideshow requires JavaScript.

Semangkuk nasi dan tempura di Akihabara mengakhiri perjalanan saya hari ini. Delapan lokasi saya kunjungi dalam waktu 10 jam! Tidak ada hal lain yang ingin saya tuliskan kecuali ucapan terima kasih buat Rheza yang sudah menemani seharian; termasuk mengajari saya membaca Google Maps, rute dan jadwal kereta, mengisi ulang Pasmo Card, membelikan matcha mochi, dan menjadi translator, hehehe. Terima kasih!

Nah, sesuai itinerary, hari ketiga adalah tur sehari penuh ke Gunung Fuji! YEAYNESS!

Di dalam perjalanan ini pula saya bertemu dengan beberapa stranger sesama turis dari India, Malaysia, Filipina, bahkan London!

Japan (solo) Trip #DayThree continues! xx.

 

 

Japan (solo) Trip #DayOne

Another travel’s goal finally accomplished: JAPAN!

Merancang sebuah perjalanan mandiri (solo travelling) ke luar negeri rupanya bukan perkara mudah. Apalagi jika negara tujuan tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa percakapan sehari-hari. Tahun ini, saya memberanikan diri untuk mengunjungi Negeri Matahari Terbit. Ya, Jepang kian menjadi salah satu destinasi populer di Asia. Puncak kunjungan turis terjadi pada akhir Maret hingga awal April, saat bunga Sakura (cherry blossom) sedang bermekaran di seluruh penjuru negeri. Selain itu, cuaca di Jepang juga sangat nyaman karena memasuki musim semi.

Mengingat tingginya harga tiket saat high season, maka saya memutuskan untuk berangkat pada akhir bulan Mei. Pemesanan kursi pesawat saya lakukan saat acara pameran perjalanan, dan pilihan pun jatuh kepada Singapore Airlines. Saya memilih berangkat tanggal 27 Mei (Jumat), dan kembali ke Jakarta pada 4 Juni (Sabtu). Usai memesan tiket, hal kedua terpenting adalah akomodasi! Ternyata biaya penginapan bintang 3 atau 4 di pusat kota Tokyo menawarkan harga yang cukup tinggi per malamnya. Lalu saya teringat Air BnB, komunitas penyedia jasa homestay di seluruh dunia dengan harga yang terjangkau. Mulailah saya menjelajahi komunitas ini dan melirik ragam apartemen/kamar yang disewakan ke Tokyo. Sebuah apartemen berlokasi di Shinjuku terlihat sangat menarik; sangat rumahan dan bersih. TokioKichi dimiliki oleh dua orang saudara asal Vietnam; Bin dan Jun. Keduanya adalah software engineer di sebuah perusahaan swasta dan telah tinggal di Jepang selama 10 tahun.

TokioKichi memiliki 3 kamar tidur; saya tinggal di Cony Room yang memiliki dua single beds.  Selain lokasi yang strategis, TokioKichi juga memberikan fasilitas yang super lengkap; mulai dari hair-dryer hingga Mobile Wi-Fi gratis! 😀 Yang lebih menakjubkan lagi adalah satu minggu sebelum keberangkatan, Bin dan Jun mengirimkan email tentang house rules dan panduan menuju apartemen mereka. Cool!

Rute penerbangan saya pagi-pagi itu adalah Jakarta – Singapura – Narita. Bukan perjalanan yang cukup mulus karena cuaca buruk saat menuju Narita menyebabkan turbulensi yang cukup bikin deg-degan. Setibanya di Narita sekitar pukul 17.30 waktu setempat, saya langsung naik kereta Narita Sky Access dan transit di Nippori Station untuk menuju ke stasiun tujuan, Takadanobaba. Sekedar informasi, stasiun ini merupakan salah satu tempat transit terdekat menuju universitas terkenal di Jepang: Waseda University.

This slideshow requires JavaScript.

Oh, seorang teman yang menjemput saya di Narita, datang dengan sekantong Pablo Mini Cheese Tart; bahkan sebelum saya sempat mengunjungi tokonya, hehehe. Terima kasih!

Mini Pablo
Pablo Cheese Tart : must-have item while you’re in Tokyo!

Karena belum hafal lokasi TokioKichi, saya langsung mengeluarkan print out handbook dan mengamati foto petunjuk menuju homestay; seperti Dora saja ya hahaha. Dalam waktu 5 menit saya sudah tiba di apartment kecil ini.

This slideshow requires JavaScript.

Karena hari sudah malam, saya pun memilih untuk makan malam di sebuah kedai nasi kari di dekat rumah. Ternyata sangat enak! Berbeda dengan bumbu kari di Indonesia, kari Jepang memiliki warna yang lebih pekat dan gurih. Nasinya pun lebih lengket dan padat. Ditambah lagi dengan telur yang bagian merahnya masih setengah matang. Super yum! Membayangkannya untuk menulis ini sudah membuat saya ingin mencobanya lagi, hehehe.

Curry Rice
Real Japanese Curry Rice! YUMM!

 

 

Kembali ke homestay; saya segera unpacking, mandi, dan menilik kembali jadwal perjalanan untuk seminggu ke depan. Hal yang paling seru dari solo travelling adalah FREEDOM! Kamu bebas untuk pergi kemana saja dan bangun jam berapa pun kamu suka. Kamu juga bebas menentukan berapa lama mau stay di satu lokasi wisata dan bebas pula berfoto-foto.

Solo travelling juga membuat kamu percaya akan kemampuan diri sendiri, untuk mengeksplorasi hal baru, keluar dari zona nyaman, dan berani bertemu dengan orang baru 🙂

Setelah melalui beberapa revisi sana-sini, buat yang penasaran, ini jadwal perjalanan Japan (solo) Trip versi saya:

Day 1 : May 27, 2016

  • Arrival at Narita Airport
  • Proceed to check-in at TokioKichi

Day 2 : May 28, 2016

  • Visiting Imperial Palace
  • Tokyo Tower
  • Visit Shibuya – Disney Store, lunch at Ichiran Ramen
  • Visit Shibuya Crossing (must have!) and Hachiko Statue
  • Visit Asakusa Temple, have some afternoon snacks
  • Visit Tokyo Skytree
  • Dinner at Akihabara, visit AKB48 Building (HAHAHA!)

Day 3: May 29, 2016

Mt.Fuji – Hakone Full Day Tour

Day 4: May 30, 2016

  • Visit Tsukiji Fish Market
  • Visit Ginza (strolling around the city and shopping), lunch at tempura restaurant
  • Visit Meiji Shrine (shrine means temple in English) at Harajuku station
  • Strolling around Harajuku and stopping by several stores
  • Visit Takeshita Dori (dori means street in English or ‘Jalan Takeshita’ in Indonesia)
  • Visit LINE Store Harajuku (mission accomplished!)

Day 5: May 31, 2016

  • Visit Red Brick Warehouse at Yokohama, lunch at Kua’ aina Hawaiian Burger
  • Stopping by Cup Noodle Museum (the museum close every Tuesday)
  • Visit Yamashita Park
  • Visit Yokohama Doll Museum
  • Visit China Town Area at Yokohama
  • Back to Harajuku, visit Omotesando, have Hiroko Sushi for early dinner
  • Stroll around Omotesando, visit several stores
  • Coffee at Suzu Cafe

Day 6: June 1, 2016

  • Full-Day Tour at Tokyo Disney Sea (stay tune for the magical journey! :D)

Day 7: June 2, 2016

  • Visit Ueno Zoo, lunch at Japanese restaurant inside Ueno Station
  • Visit Odaiba City, including Aquacity Odaiba, DiverCity Tokyo Plaza, and Odaiba Seaside Park (strolling around, shopping, viewing Rainbow Bridge, and dinner at Subway)

Day 8: June 3, 2016

  • Fujiko F. Fujio Museum (Doraemon) half-day tour at Kawasaki City
  • late lunch and early dinner at Shinjuku area
  • Heading to homestay, packing time!

Day 9: June 4, 2016

  • Departure for Jakarta from Narita (Homeee!)

Petualangan super seru versi saya di Jepang akan segera dimulai!

Banyak cerita lucu saat baru memasuki hari kedua di Tokyo ini, terutama saat mengunjungi Asakusa Temple. Hm ada apa ya disana?

Simak kelanjutan cerita ini di Japan (solo) Trip #DayTwo ya! xx.