Okonomiyaki, Makanan Wajib Saat Berkunjung ke Osaka

Liburan musim dingin sudah dimulai. Bagi kawan-kawan yang sudah punya rencana, khususnya ke Jepang (iya, soalnya tulisan kali ini mau ngomongin tentang kuliner di Osaka, hahaha), dan akan berkunjung ke Osaka, kamu wajib mencoba menu makanan ini.

Yes, Okonomiyaki! Sebenarnya penganan yang satu ini dapat ditemukan di seluruh Jepang. Namun, Okonomiyaki sangat populer di Osaka. Katanya sih, Osaka merupakan kota asal dari menu khas Jepang ini, jadi wajib makan di resto Okonomiyaki. Sebelum berangkat, salah satu sahabat saya merekomendasikan Mizuno, restoran Okonomiyaki yang terkenal di kalangan turis. Saya kurang tahu sih apa yang membuat Mizuno begitu istimewa, karena kalau saya lihat di TripAdvisor, konsep restonya sama saja dengan resto Okonomiyaki yang saya pilih.

Oke, jadi gini ceritanya. November lalu saya berangkat ke Jepang untuk kedua kalinya, dan dalam perjalanan kali ini, saya membagi waktu untuk menyambangi Osaka, Kyoto, Nara, dan berakhir di Tokyo. Saya sengaja memilih untuk turun di Haneda, supaya bisa menikmati shinkansen menuju Osaka. Memang harus berkorban budget lebih besar sih, karena saya harus membeli JR Pass seharga 3 juta-an Rupiah dari Indonesia.

Hari pertama mendarat di Osaka, saya mengunjungi area Namba dan Dotonburi untuk mencari tempat makan malam. Awalnya saya mencari resto Mizuno dengan bermodalkan Google Maps. Ketika tiba di lokasi tujuan, saya langsung mengurunkan niat saat melihat antrian yang mengular panjang di depan restoran. Kembali mencari rekomendasi di internet, muncul satu nama resto Okonomiyaki yang rating-nya cukup tinggi di Google. Meski letaknya tidak di jalanan utama Namba, namun Ajinoya ini juga memiliki antrian yang cukup panjang. Sempat ingin beralih ke tempat lain, tetapi pilihan jatuh ke tempat ini. Kami (silakan ditebak sendiri yah saya pergi dengan siapa, hahaha) mengantri sekitar 30-40 menit, dan karena hanya berdua, kami mendapat meja di dekat bar, tepat berhadapan dengan koki resto Okonomiyaki tersebut.

Serunya, kami bisa melihat langsung proses pembuatan Okonomiyaki dan kita bisa langsung menikmatinya dari tempat memasak. Minusnya adalah udara yang panas dan berasap karena berdekatan dengan kompor. Selain Okonomiyaki, kami juga memesan takoyaki, dan ditemani pula dengan dua botol draft beer. 

Ajinoya 1
Can you spot the egg? #salahfokus
Ajinoya 2
Okonomiyaki galore! at Ajinoya

Okonomiyaki ini terdiri dari beberapa jenis bahan yang mayoritas adalah sayuran dan potongan daging ayam, sapi, atau babi. Kemudian adonannya dicampur dengan tepung dan telur, dan langsung dituangkan di atas penggorengan. Kalau di Indonesia, mungkin mirip Fu Yung Hai, hahaha, tapi  lebih tipis dan memang dibuat agak berantakan tampilannya. Okonomiyaki dinikmati dengan saus kecap manis dan taburan bonito flakes. Kebayang ya gurihnya seperti apa…

Karena berbahan dasar telur dan tepung, makan dua porsi saja sudah bikin kenyang. Tentu akan lebih nikmat jika sambil minum bir lokal Jepang, hehe. Kalau kamu tidak minum bir, jangan khawatir – mereka menyediakan air putih dingin, tanpa tambahan biaya alias gratis.

Awalnya kami juga ingin memesan seporsi Yakisoba, karena terlihat sangat menggiurkan, tetapi perut kami berkata lain, hahaha. 

Bagi yang sedang atau akan main ke Osaka, jangan lupa untuk mencicipi Okonomiyaki yah! Ajinoya bisa menjadi salah satu alternatif yang saya rekomendasikan. Selamat mencoba!

***

Ajinoya

1-7-16 Namba, Chuo-ku, Osaka 542-0076, Osaka Prefecture

+81 6-6211-0713

 

Sehari di Pulau Nami #Day3

Benar kata teman-teman saya yang pernah tinggal di negara empat musim. Musim dingin bikin ngantuk, dan malas bangun pagi, hahaha.  Kenapa? saat musim dingin, matahari baru terlihat terang di atas jam 7 pagi. Langit musim dingin biasanya lebih mendung di pagi hari, dan mulai menjadi biru menjelang tengah hari, alias jam 12 siang. Mungkin ini jadi salah satu pemicunya kami bertiga kerap ‘kesiangan’ untuk memulai perjalanan di Seoul.

Hari ini saya akan mengunjungi salah satu atraksi wisata yang sangat ‘turis’ di Korea Selatan, yaitu Nami Island atau Pulau Nami. Merujuk ke halaman web resmi Badan Pariwisata Korea, Pulau Nami merupakan pulau buatan, hasil rekonstruksi dari bendungan Cheongpyeong. Uniknya, pulau ini berbentuk setengah lingkaran atau half-moon, dan di atasnya terdapat makam Jenderal Nami, figur yang membawa kemenangan besar ketika melawan pemberontak pada tahun ke-13, saat masa kepemimpinan raja ketujuh dari Dinasti Joseon, yaitu Raja Sejo. Pulau Nami juga terkenal dengan area yang dipenuhi pohon-pohon yang menjulang tinggi dan sangat cantik. Ditambah lagi, pulau ini juga menjadi pernah menjadi lokasi syuting film “Winter Sonata” yang dibintangi oleh Bae Yong-joon dan Choi Ji-woo pada tahun 2002. Hingga saat ini, patung kedua bintang film tersebut masih dapat dilihat di Pulau Nami loh!

Day 3 - 1
Suasana area halte bus tepat di depan stasiun Gapyeong

Perjalanan dari Seoul ke Pulau Nami membutuhkan waktu sekitar 1.5 jam menggunakan kereta. Berangkat dari stasiun terdekat di Hongdae, saya turun di stasiun Gapyeong. Keluar dari stasiun Gapyeong, kami harus menumpang shuttle bus yang memiliki rute langsung ke Pulau Nami. Situasi saat itu tidak terlalu ramai, hanya  terlihat beberapa  kelompok kecil turis asing yang (sepertinya) juga akan pergi ke Nami. Beruntungnya salah satu sahabat saya mengerti bahasa Korea – jadi dia dapat membantu kami untuk membaca rute bus dan bertanya ke supir bus.  Di dekat halte bus menuju Nami terdapat pusat informasi turis – tetapi ketika saya berada di lokasi tersebut, kantor itu tutup karena jam makan siang. Jangan khawatir, informasi tentang Pulau Nami dapat dibaca pada brosur yang telah disediakan di depan kantor pusat informasi. Brosurnya terdiri dari beragam bahasa, termasuk bahasa Indonesia.

Perjalanan menggunakan bus menuju Nami membutuhkan waktu sekitar 30-40 menit. Seperti hari-hari sebelumnya, kami tiba di obyek wisata saat jam makan siang. Saya dan dua orang sahabat saya memutuskan untuk menikmati makan siang hari ini, yaitu Chicken Dakgalbi. Penyajiannya mirip seperti Samgyeopsal – yang berbeda hanyalah dagingnya, yang kali ini adalah daging ayam, dilengkapi dengan tteok  sebagai pendamping. Terdapat pula sup rumput laut, sayuran, dan potongan bawang putih ukuran jumbo. Bawang putih ini paling pas dipanggang bersamaan dengan daging ayam dan tteok. Restoran ini terletak di samping area danau dan pelabuhan kapal yang membawa pengunjung menyeberang ke Pulau Nami. Kami memilih meja dengan jendela besar yang menghadap ke area danau.

Day 3 - 2
Chicken Dakgalbi

Usai mengisi perut, kami bergegas menuju ke loket pembelian tiket. Harga masuk Pulau Nami adalah KRW 10.000 per orang. Setelah membeli tiket, kami mengantri untuk dapat naik kapal dan menyeberang ke Pulau Nami. Hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit perjalanan.

Day 3 - 3
Sebelum masuk ke Republik Naminara, pengunjung wajib membeli ‘visa’ sebagai tanda masuk seharga KRW 10.000.

Day 3 - 4

Situasi di dalam kapal yang digunakan untuk menyeberang ke Pulau Nami

Akhirnya kami sampai juga di Pulau Nami yang banyak diperbincangkan ini. Karena udara masih dingin, maka banyak batu-batu es yang menjulang dan sebagian permukaan danau yang masih membeku. Di pulau ini, saya menikmati pemandangan pepohonan tinggi yang menyejukkan mata dan sangat indah. Di sepanjang jalan ini pula banyak pengunjung yang berhenti sejenak untuk berfoto dengan latar belakang pepohonan tersebut – termasuk kami bertiga. Kami berjalan kaki menyusuri Nami, melihat-lihat bangunan yang ada di dalamnya. Selain restoran dan toko suvenir, rupanya terdapat penginapan kecil di bagian belakang pulau ini. Padahal areanya cukup terpencil, loh. Kami juga melihat beberapa bangunan seperti rumah yang ternyata adalah kandang hewan. Sayangnya, saat itu kandang tersebut kosong – mungkin karena musim dingin ya. Tetapi ketika berjalan-jalan, saya tidak sengaja menemukan seekor kelinci yang bekeliaran, hahaha. 

Meski tidak turun salju, masih banyak tumpukan es di area Nami ini. Bahkan saya juga melihat segunung sisa-sisa es yang sudah disisihkan dan ditumpuk di satu area lapang. Karena banyak orang yang mungkin menapakkan kaki di atas gunungan es tersebut, maka warnanya sudah tidak lagi putih bersih, melainkan cokelat. Karena dingin, kami ingin menikmati cemilan. Rupanya ada kedai kecil di Nami yang menjual pao isi kacang merah, hahaha. Saya agak lupa harganya, mungkin sekitar KRW 1.000. Saya juga mampir ke toko suvenir, dan iseng membeli beberapa kartu pos dan sebuah notebook dengan desain khas Pulau Nami.

Day 3 - 5
Papan selamat datang dalam berbagai bahasa di Pulau Nami
Day 3 - 6
Kedai yang menjual pao isi kacang merah. Yum!

Day 3 - 10

Day 3 - 8
Winter Rabbit! 
Day 3 - 9
Frozen Fountain
Day 3 - 11
Penulis dan dua sahabatnya berfoto dengan latar belakang salah satu danau di Pulau Nami yang masih membeku
Day 3 - 13
Salah satu danau yang membeku di Nami dengan ornamen patung Merlion dari Singapura
Day 3 - 12
Indonesia-style snowman in Nami Island!

Setelah hampir 3 jam di Nami, kami sempat berpikir untuk mengunjungi Petite France. Tetapi rencana itu kami batalkan karena terkendala jarak dan waktu operasional tempat tersebut. Waktu menunjukkan hampir pukul 5 sore waktu Seoul. Kami bergegas kembali menumpang kapal dan bus menuju stasiun Gapyeong untuk pulang ke Seoul. Malam ini, kami pergi ke Insa-dong untuk makan malam. Menu hari ini adalah Kimchi Jjigae, dan dendeng sapi yang disebut Tteok Bulgogi. Kimchi Jjigae ini persis seperti Budae Jjigae – yang membedakan hanya isinya, dan rasanya yang lebih pekat dan pedas. Insa-dong merupakan salah satu pusat turis yang cukup ramai, terutama saat siang hari, karena didominasi oleh pertokoan dan pasar tradisional, yang menjual barang dan pernik khas Korea. Setelah makan malam, kami bertiga sempat berkeliling sejenak di Insa-dong sebelum kembali ke Swanhouse.

Malam ini adalah malam terakhir menginap di Swanhouse, sehingga saya harus mulai membereskan barang-barang untuk check-out besok malam, dan check-in di guesthouse The Hill, di Myeong-dong. Ada cerita seru dalam perjalanan kami ke tempat tinggal yang baru ini, terutama ketika kami menggunakan taksi. Hmm, ada apa ya? 😉

See you on the next post! xx.